Jumat, 19 Juni 2020

Awan, Kenapa Menjauh?

Dari Tanah untuk Tanah.

Tanah, kamu tau tidak? Mungkin saja Awan yang kamu anggap sebagai sosok yang dingin, tidak peduli, dan sedang menjauh, sebenarnya adalah Awan yang paling sedang menjagamu. Dia tidak ingin kalian terlalu dekat membuat sepercik tetesan hujannya melukaimu, dia tau jalan kalian masih panjang, ia memilih untuk mengalihkan perhatiannya karena tidak ingin mengganggumu. Dia tau bahwa kamu sedang berusaha keras mengejar sesuatu yang tinggi itu, dia tidak membiarkan sosoknya menjadi penghalang mimpi-mimpimu. Dia tau kamu kuat lebih dari yang sering kamu tunjukkan padanya. Dia sudah percaya denganmu hingga tak perlu menunjukkan rasa khawatirnya yang ia tau pasti akan membuatmu layu. Dia tidak akan membiarkanmu terbang kemudian masuk ke jurang karena ulahnya. Sulit sekali baginya menahan rindu bagi sosoknya yang lebih suka mengobrol daripada berkirim pesan, Awan yang selalu ingin dekat dengan tanah ketika dipertemukan di tempat yang sama, begitukan yang selalu terlihat? Percayalah, Awan punya rencana hebat dan tidak sesederhana yang kamu fikirkan. Semua ini memang tidak akan mudah, tapi juga tidak akan serumit saat kamu membiarkan pikiran-pikiran buruk dalam kepala mengambil alih dirimu.

Biarkan dia larut dalam dunia yang ia pilih sendiri, Tan. Kamu tidak berhak mengambil alih kemudi angin yang membawanya menjelajahi dunia yang tidak sesempit yang kamu bayangkan. Kamu tidak perlu menghawatirkannya ya, dia akan baik baik saja. Bukankah kamu sudah menyerahkan sepenuh hatimu dan mendoakan hatinya supaya Tuhan saja yang menjaga? Bukankah Dia sebaik-baik tempat menggantungkan harapan dan penyimpan rasa? Tuhan tidak akan mengecewakanmu :) 

Tanah ingin menyampaikan sesuatu pada Awan, tapi mungkin bukan sekarang.

Awan, sepertinya Tanah mulai mengering karena sinar matahari yang terik akhir-akhir ini. Tanah sangat butuh Awan untuk menutupi sinar matahari dan membuat teduh, Wan. Tapi karena Awan juga harus menjelajah dunia, Tanah masih sanggup menunggu di bawah sini. Awan semangat ya, berikan yang terbaik! Jangan lupa kembali, karena Tanah selalu menunggu untuk mendengar cerita-ceritamu. 

Beberapa hari lalu seseorang berkata bahwa dia akan meminjam namaku dalam doanya, "Mungkin sekitar seminggu, ah tidak, sebulan, atau mungkin beberapa bulan," katanya. Aku tidak mungkin bisa menolaknya setelah kesekian kali dalam beberapa tahun ini, Dia sudah banyak menerima kepahitan dalam hal apapun yang berhubungan denganku.

Aku takut hatiku luluh pada seseorang yang sering menyebutku dalam doanya, dan dia bukan kamu, Wan. Bagaimana jika pilihanku untuk lebih jarang mendoakanmu karena takut berlebihan menyebut namamu ketimbang nama-Nya justru menjebakku supaya hatiku luluh padanya. Bagaimana jika aku berdoa saja supaya kamu juga menyebut namaku dalam doa mu? ya supaya doa kita lebih kuat daripada doanya. Tapi apa kamu mau, Wan?
Tidak tahu.
Iya, kamu kan tidak tahu.
Lagipula aku tidak mungkin memberitahu dan menceritakan semuanya kepadamu sekarang, kamu harus benar-benar fokus pada mimpimu, begitu juga aku.
Baiklah, kalau begitu aku akan tetap berdoa supaya kamu pun juga menyebut namaku dalam doamu. Aku yakin Tuhan tidak akan mengecewakan sepasang yang saling. 

Eh tapi memangnya kita sepasang yang saling ya, Wan? Ah kamu selalu saja membuatku bingung. Tidak papa. Sekarang mungkin bukan waktunya untuk tahu. Biar Tuhan saja yang menjaga, biar Tuhan saja yang menyimpan rahasia, iya, rahasia perasaanku dan perasaanmu. Aku akan terus mendoakanmu.

Jumat, 05 Juni 2020

Angka


Kenapa bisa sesulit ini ya? Beratsekali untuk tidak memedulikan hal yang kita yakini tidak akan pernah memengaruhi satu ketukanpun jarum pada jam yang tertempel di dinding rapuh nantinya. Yang tertulis dalam selembar kertas itu memangnya benar benar untuk dipedulikan ya? angka angka yang dibuat para pendahulu, sekarang sering sekali jadi tolak ukur penilaian manusia yang padahal tidak berhak dinilai hanya dengan penciptaan tersebut. Benar-benar tidak adil ya. Tidak, aku tidak menyalahkan penemu bahkan angka itu sendiri, aku hanya menyayangkan penggunaan angka di masa sekarang ini. Banyak mental manusia dipermainkan karena angka yang tampak pada jejaring sosial dan selembar kertas. Tapi sekali lagi, di sini bukan tugasku untuk menghakimi angka angka itu. Semuanya berbalik pada diri masing-masing bagaimana sebaiknya membiarkan dan memilah angka yang boleh masuk dalam setiap benak kita. Sulit? iya, kita masih bisa sama-sama belajar. Pelan-pelan ya..

Tapi kenapa juga harus bisa seyakin ini? Aku barusaja mengatakan hal ini kepada salahsatu temanku, "Angka angka itu tidak ada artinya, tidak perlu membandingkan dirimu dan memusingkan semua itu. Tahu tidak, angka itu tidak lebih baik untuk berhak menentukan siapa dirimu dan bagaimana nantinya dirimu. Kamu harus mengikatnya, jangan biarkan tinta-tinta disana menggenggam pemikiranmu." Mudah sekali mengatur hidup orang lain daripada mengendalikan hidup diri sendiri. Hehe, maafkan aku ya, diriku. Tapi tidak, aku yakin kamu bisa mengendalikan setiap angka-angka yang nantinya memang benar benar akan masuk di kehidupanmu. Sekali lagi, tidakpapa, pelan-pelan ya, semuanya akan baik baik saja. 

Aku sedang berusaha untuk tidak menghubungkan angka-angka itu dengan awan, mereka berbeda. Tapi karena tiba-tiba dia melintas di pikiranku sejak tercipta kalimat pertama pada paragraf ini, aku jadi ingin memikirkannya. 

Awan, dia suka sekali dengan angka, dia akan mengejar kemanapun larinya mereka, namun bukan karena sifatnya yang ambisius. Lebih karena dia menyukai dan menyayangi angka, sepertiku, dulu. Aku sangat menyanyangi mereka, sebelum angka angka itu membuatku merasa seperti dihianati oleh seorang sahabat yang tahu benar isi kepalaku, berusaha memahami dan mengenalnya jadi salahsatu hobi dan sebab kebahagiaanku, kita begitu erat. Karena dekat dengannya aku menemukan kehidupanku, entah kehidupan yang memang benar-benar kehidupan, atau.. Entahlah. Tapi itu dulu, untuk nanti aku masih belum bisa menebaknya, karena ia selalu suka membuat otakku ragu, berputar kembali, kemudian pergi jauh, dan berfikir untuk tidak melakukannya. Dia sering mencoba untuk menguasai pikiranku, dan aku sedang berusaha untuk tidak lagi mengizinkannya melakukan itu. 

Aku lupa untuk berterima kasih pada angka, karenanya aku dipertemukan dengan sesosok manusia yang selalu kusebut dengan 'Awan'. Ia mirip dengan awan yang tampak pada langit di siang maupun malam hari, indah, mengagumkan, menenagkan, tinggi dan tidak menampakkan tingginya, tapi ia jauh. Jauh sekali, aku disini hanya sebagai Tanah.

Awan berdiri dengan bertumpukan satu kaki sambil memasukkan tangan ke saku celana pendek kebanggaannya berwarna merah terang itu, ia tampak sedang memandangi benda yang teramat ingin ia dapatkan. Dia berdiri disana karena angka, aku dapat menemukannya pun karena angka. Terima kasih Al-Khawarizmi karena penemuanmu, aku menemukan sesosok Awan yang terlihat lembut sekaligus tangguh walau hanya dari bawah sini, ditempatku.

Tierra menarik nafasnya dalam dalam, ia tidak bisa memikiran lagi dua digit angka yang berada disamping namanya, disana tertulis. "Nefele Tierra - 51" dibanding sebelumnya, ulangan akhir semester Sejarah kali ini adalah yang paling buruk. Ia harus menerima bahwa bidangnya memang bukan disana, dengan mengesampingkan teman temannya yang memperoleh nilai sempurna karena mendapat kunci jawaban, entah bagaimana caranya Tierra merasa tidak perlu memusingkannya lagi, tidak ada gunanya, Tierra tidak ingin dibuat lelah sendiri karena harus memusingkan hal yang tidak berarti. Baginya, mengerjakan dengan jujur sudah lebih dari cukup, bahkan berlebih, karena ia tidak perlu membohongi dirinya sendiri.

Melihat awan berjam-jam dari genangan air selalu jadi favoritnya, ia tidak perlu memedulikan silaunya sinar matahari, karena Tierra tau bahwa sebenarnya yang ingin ia lihat hanya awan, bukan yang lain.  "Awan, kamu sedang baik baik saja kan?"