Jumat, 05 Juni 2020

Angka


Kenapa bisa sesulit ini ya? Beratsekali untuk tidak memedulikan hal yang kita yakini tidak akan pernah memengaruhi satu ketukanpun jarum pada jam yang tertempel di dinding rapuh nantinya. Yang tertulis dalam selembar kertas itu memangnya benar benar untuk dipedulikan ya? angka angka yang dibuat para pendahulu, sekarang sering sekali jadi tolak ukur penilaian manusia yang padahal tidak berhak dinilai hanya dengan penciptaan tersebut. Benar-benar tidak adil ya. Tidak, aku tidak menyalahkan penemu bahkan angka itu sendiri, aku hanya menyayangkan penggunaan angka di masa sekarang ini. Banyak mental manusia dipermainkan karena angka yang tampak pada jejaring sosial dan selembar kertas. Tapi sekali lagi, di sini bukan tugasku untuk menghakimi angka angka itu. Semuanya berbalik pada diri masing-masing bagaimana sebaiknya membiarkan dan memilah angka yang boleh masuk dalam setiap benak kita. Sulit? iya, kita masih bisa sama-sama belajar. Pelan-pelan ya..

Tapi kenapa juga harus bisa seyakin ini? Aku barusaja mengatakan hal ini kepada salahsatu temanku, "Angka angka itu tidak ada artinya, tidak perlu membandingkan dirimu dan memusingkan semua itu. Tahu tidak, angka itu tidak lebih baik untuk berhak menentukan siapa dirimu dan bagaimana nantinya dirimu. Kamu harus mengikatnya, jangan biarkan tinta-tinta disana menggenggam pemikiranmu." Mudah sekali mengatur hidup orang lain daripada mengendalikan hidup diri sendiri. Hehe, maafkan aku ya, diriku. Tapi tidak, aku yakin kamu bisa mengendalikan setiap angka-angka yang nantinya memang benar benar akan masuk di kehidupanmu. Sekali lagi, tidakpapa, pelan-pelan ya, semuanya akan baik baik saja. 

Aku sedang berusaha untuk tidak menghubungkan angka-angka itu dengan awan, mereka berbeda. Tapi karena tiba-tiba dia melintas di pikiranku sejak tercipta kalimat pertama pada paragraf ini, aku jadi ingin memikirkannya. 

Awan, dia suka sekali dengan angka, dia akan mengejar kemanapun larinya mereka, namun bukan karena sifatnya yang ambisius. Lebih karena dia menyukai dan menyayangi angka, sepertiku, dulu. Aku sangat menyanyangi mereka, sebelum angka angka itu membuatku merasa seperti dihianati oleh seorang sahabat yang tahu benar isi kepalaku, berusaha memahami dan mengenalnya jadi salahsatu hobi dan sebab kebahagiaanku, kita begitu erat. Karena dekat dengannya aku menemukan kehidupanku, entah kehidupan yang memang benar-benar kehidupan, atau.. Entahlah. Tapi itu dulu, untuk nanti aku masih belum bisa menebaknya, karena ia selalu suka membuat otakku ragu, berputar kembali, kemudian pergi jauh, dan berfikir untuk tidak melakukannya. Dia sering mencoba untuk menguasai pikiranku, dan aku sedang berusaha untuk tidak lagi mengizinkannya melakukan itu. 

Aku lupa untuk berterima kasih pada angka, karenanya aku dipertemukan dengan sesosok manusia yang selalu kusebut dengan 'Awan'. Ia mirip dengan awan yang tampak pada langit di siang maupun malam hari, indah, mengagumkan, menenagkan, tinggi dan tidak menampakkan tingginya, tapi ia jauh. Jauh sekali, aku disini hanya sebagai Tanah.

Awan berdiri dengan bertumpukan satu kaki sambil memasukkan tangan ke saku celana pendek kebanggaannya berwarna merah terang itu, ia tampak sedang memandangi benda yang teramat ingin ia dapatkan. Dia berdiri disana karena angka, aku dapat menemukannya pun karena angka. Terima kasih Al-Khawarizmi karena penemuanmu, aku menemukan sesosok Awan yang terlihat lembut sekaligus tangguh walau hanya dari bawah sini, ditempatku.

Tierra menarik nafasnya dalam dalam, ia tidak bisa memikiran lagi dua digit angka yang berada disamping namanya, disana tertulis. "Nefele Tierra - 51" dibanding sebelumnya, ulangan akhir semester Sejarah kali ini adalah yang paling buruk. Ia harus menerima bahwa bidangnya memang bukan disana, dengan mengesampingkan teman temannya yang memperoleh nilai sempurna karena mendapat kunci jawaban, entah bagaimana caranya Tierra merasa tidak perlu memusingkannya lagi, tidak ada gunanya, Tierra tidak ingin dibuat lelah sendiri karena harus memusingkan hal yang tidak berarti. Baginya, mengerjakan dengan jujur sudah lebih dari cukup, bahkan berlebih, karena ia tidak perlu membohongi dirinya sendiri.

Melihat awan berjam-jam dari genangan air selalu jadi favoritnya, ia tidak perlu memedulikan silaunya sinar matahari, karena Tierra tau bahwa sebenarnya yang ingin ia lihat hanya awan, bukan yang lain.  "Awan, kamu sedang baik baik saja kan?" 

Tidak ada komentar: